Kamis, 02 Juni 2016

SUSTAINABLE USE OPTION PLAN (SUOP) ATAU PERENCANAAN PILIHAN PEMANFAATAN HASIL ALAM YANG BERKELANJUTAN DI MAMBERAMO

oleh : Yoseph Watopa

Pada tahun 2005 kawasan Mamberamo  tepatnya Pegunungan Foja menjadi perhatian dunia penelitian dengan ditemukannnya beberapa spesies baru dan spesies  langkah yang hanya ada di Mamberamo lantas  kawasan ini disebut dengan istilah  dunia yang hilang "the lose world". Dari hasil temuan ini, menjadikan kawasan Mamberamo ini semakin diperhatikan untuk dilindungi hal ini tidak terlapas dari statusnya sebagai Suaka Margasatwa Mamberamo Foja  dengan luas  2.018.000 hektar yang ditetapkan berdasarkan SK. Mentan Nomor : 782 /Kptsw/Um/10/1982.
Namun ada pertanyaan lanjutan dari hasil temuan tersebut apakah ada hubungan yang signifikan antara hasil temuan dengan kesejahteraan masyarakat disekitar kawasan Mamberamo Foja. Hal ini tentunya tidak bisa dijawab dengan ya atau tidak, tetapi perlu adanya keseriusan dari berbagai pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat guna mensinergikan kepentingan ekonomi dan konservasi di Mamberamo.

Survey   SUOP
Tulisan ini mengulas kembali kegiatan yang pernah  dilakukan oleh Conservation International (CI) Indonesia Papua Program pada tahun 2006 lalu namun masih relevan untuk dilkasanakan bagi peningkatan nilai tambah hasil alam yang dikelola oleh masyarakat di Mamberamo dengan perbandingan harga hasil alam tersebut pada tahun 2015.
Kegiatan Sustainable Use Option Plan atau  SUOP (Perencanaan  Pilihan Pemanfaatan Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan  bertujuan untuk    menilai  kelayakan dari kegiatan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam. CI dan para pihak local terutama lembaga pemerintah dan perguruan tinggi  bekerja sama dalam merancang suatu kegiatan yang akan memperkuat mekanisme pengambilan keputusan di tingkat lokal yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam yang akan mendukung konservasi keanekaragaman hayati di daerah Mamberamo.
Kegiatan SUOP bersifat jangka panjang dan akan dilakukan secara berkelanjutan melalui beberapa tahapan. Survei awal merupakan salah satu tahap guna mengidentifikasi potensi, sumber daya alam yang dimanfaatkan oleh masyarakat kemungkinan pengembangan ke depan,  ancaman ke depan apabila hasil alam  tersebut dimanfaatkan serta peluang dan tantangan yang dihadapi. Survei awal ini dilakukan di desa Dabra, Papasena I, Papasena II, Kwerba dan Kasonaweja

Hasil alam dan tantangan ekonomi
Hasil alam yang dimanfaatkan oleh masyarakat  di Mamberamo sangat melimpah. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama makanan, rumah, perahu, kayu bakar, perakakas, masyarakat mengambil hasil langsung dari alam. Hasil alam (yang tidak ditanam atau dipelihara) seperti sagu,  buaya, ikan sembilang, ikan tawes, ikan mujair, babi hutan, kasuari, ulat sagu, genemo, tersebar didaerah-daerah sepanjang sungai besar Mamberamo, rawa, telaga, sungai-sungai kecil yang bermuara ke Mamberamo , hutan dan gunung pada kawasan Mamberamo. Dengan peralatan yang sederhana dan dalam waktu cepat mereka dapat memperoleh hasil alam untuk dimakan.
Namun untuk memperoleh pendapatan langsung/pendapatan terkini, tidak semua hasil alam ini memberikan pendapatan berupa uang dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya. Biaya untuk mendapatkan pakaian, peralatan rumah tangga seperti belanga, piring, loyang, parang, kapak, jarring sangat besar dikeluarkan. Harga barang luar cukup tinggi tidak sebanding dengan harga jual hasil alam. Transportasi menjadi salah satu penyebab tingginya harga barang dan sulitnya akses masyarakat untuk menjual hasil alam ke luar Mamberamo.
Hasil alam yang dilihat secara ekonomi dapat memberikan keuntungan langsung kepada masyarakat adalah kulit buaya, pelampung ikan sembilang, buah merah, sagu dan kulit masohi.


Kulit Buaya
 
Sebenarnya potensi yang dianggap paling penting oleh masyarakat adalah buaya. Pencarian buaya dilakukan pada saat air sungai Memberamo surut sekitar bulan Mei – Oktober. Pada   musim surut ini, buaya yang tadinya tersebar sampai ke telaga dan rawa serta sungai-sungai kecil dan juga terbentuk sungai Mamberamo mati atau bekas aliran sungai yang tertutup, akan terkumpul dan tidak bisa keluar, pada saat itulah masyarakat keluar dan mencari atau berburu buaya. Masyarakat melakukan kegiatan pencarian buaya pada malam hari dengan menggunakan tombak dengan tali yang panjang. Masyarakat mencari buaya ada yang sendiri (minimal 2 orang) dan ada pula yang berkelompok 3 – 4 orang dengan membawa hasil mencapai 1 – 5 ekor buaya kemudian di bawa pulang untuk dikuliti pada pagi harinya. Bahkan kadang-kadang pada saat mencari buaya juga tidak membawa hasil sama sekali. Daging buaya tersebut ada yang dimakan dan benyak pula yang dibuang. Buaya yang diambil oleh masyarakat berkisar antara 11 inchi sampai 20 inchi. Masyarakat mengatahui informasi besarnya buaya yang diambil karena adanya peraturan dari pemerintah. Harga kulit per inchi pada tahun 2006 berkisar antara Rp. 18.000,- sampai Rp. 21.000,-  dan kini pada tahun 2015 harga kulit per inchi adalah Rp. 30.000-Rp. 35.000 per inchi.



Gelembung Ikan Sembilang

Potensi ikan di Mamberamo sangat besar seperti  ikan sembilang, ikan tawes, ikan mas dan ikan mujair. Masyarakat memanfaatkan ikan-ikan tersebut ada yang diambil pelampungnya dan ada pula yang dimakan dagingnya dan ada yang membuat ikan garam. Untuk ikan tawes, ikan mas dan ikan mujair oleh masyarakat dimanfaatkan untuk dimakan secara langsung ataupun dijual pada masyarakat yang lain atau dijual ke pasar. Harga ikan-ikan tersebut pada tahun 2006 berkisar antara Rp. 5.000,- – Rp. 15.000,-per tali  dan pada tahun 2015 seharga Rp.25.000-50.000 per tali. Masyarakat juga ada yang sudah bisa membuat ikan asin (namun kebanyakan pendatang) yang biasa dijual dipasar ataupun pendatang . Harga saat survei tahun 2006  dari masyarakat harga ikan asin berkisar Rp. 20.000,- - Rp. 25.000,- per kilo gram dan pada saat survei tahun 2015 harga ikan asin Rp. 100.000-200.000 per kilogram. Potensi ikan ini sebenarnya sangat besar sekali bagi masyarakat. Dalam 1 minggu dapat dihasilkan mencapai 50 kg ikan dan hal itu apabila dibuat ikan asin dan pemasaran juga bagus maka pendapatan masyarakat juga besar.

 
 Selain ikan tawes, mas dan mujair, ikan sembilang mempunyai potensi yang lebih besar. Masyarakat memanfaatkan ikan ini kebanyakan untuk diambil pelampung atau gelembung udara. Gelembung udara ikan sembilang tersebut dijemur seperti kerupuk dan dijual per kilogram. dengan harga Rp. 70.000,- - Rp. 80.000,- per kilo gram. Sekarang pada tahun 2015 harga per kilo Rp. 150.000-175.000. Kerupuk pelampung tersebut kadang dibeli oleh pedagang pengumpul atau dijual sendiri ke Jayapura. Berdasarkan informasi masyarakat terdapat jenis ikan sembilang mulut besar, ikan sembilang mulut kecil / tikus, ikan sembilang mulut kecil kuning, ikan sembilang kepala panjang dan ikan sembilang berlendir. Masyarakat kebanyakan hanya mengambil pelampung ikan sembilang dan hanya sedikit ikan yang dimakan selebihnya dibuang.
Buah Merah


Buah merah merupakan salah satu sumber ekonomi masyarakat di wilayah Dabra, Taria dan Papasena. Harga perbuah pada tahun 2006 Rp. 50.000, harga ini masih sama hingga tahun 2015. Potensi buah merah dialam sangat banyak terdapat di hutan dan sekarang ada masyarakat yang mulai menanam dengan membuat areal kebun buah merah. Selain menjual buah kepada pedagang pengumpul, ada beberapa kelompok masyarakat yang sudah mulai belajar  membuat minyak buah merah lalu dijual ke pedagang pengumpul di Mamberamo, bahkan ada yang menjual ke Jayapura. Harga jual minyak buah merah oleh masyarakat berkisar antara Rp. 50.000 – Rp. 100.000.



Sagu
Potensi sagu juga tidak kalah besar dengan buah merah, hampir setiap keluarga mempunyai dusun  untuk diambil sagunya. Kegiatan tokok sagu biasanya dilakukan oleh perempuan, dan hal ini dimungkinkan karena laki-laki mencari buaya pada saat malam hari. Harga sagu per bay / tumang berkisar antara Rp. 25.000,- sampai Rp. 50.000,-   Satu bay atau tumang berisi 20-30 kg sagu.    
Transaksi penjualan dan pembelian sagu ini terjadi pada saat hari pasar, selain itu  karena ada beberapa masyarakat yang keluar mencari buaya bersama keluarga sehingga tidak sempat menokok sagu, sehingga mereka membeli dari masyarakat lainnya.


Kulit Kayu Masohi.
Potensi lain yang dapat dijumpai di Mamberamo, khsususnya daerah Mamberamo tengah adalah kulit kayu masohi. Kulit kayu masohi diambil oleh masyarakat dilokasi hutan-hutan terdekat milik hak ulayat masing-masing. Mereka mengambilnya dalam bentuk kulit lalu dikeringkan dan dimuat dalam karung-karung untuk dijual ke Jayapura atau Nabire. Hal ini bila dikelola dengan baik sangat menguntungkan masyarakat, bila saja mereka dapat membuat minyak masohi, maka akan sangat membantu dalam proses transformasi teknologi bagi mereka. Harga jual kulit kayu masohi per kilogram Rp. 350.000,- hingga Rp. 500.000.

Pihak-pihak yang terlibat dalam pemanfaatan hasil Alam.
Pernah beberapa decade yang lalu, sekitar tahun 60-an hingga tahun 90-an, kawasan ini sangat terkenal sebagai daerah pengahasil kulit buaya. Menurut beberapa masyarakat bahwa dulu untuk mendapatkan satu lembar kulit buaya hanya ditukarkan dengan satu lembar baju kepada para pemburu buaya. Ada juga yang ditukarkan dengan kapak atau belanga. Namun masyarakat mulai menyadari bahwa mereka ditipu, lalu mereka sendiri mulai belajar dan mengikuti para pemburu buaya untuk menangkap dan menjual kulit buaya.
Hingga sekarang masih ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam di Mamberamo khususnya penangkapan buaya dan pelampung ikan sembilang. Para pengusaha buaya maupun pelampung ikan sembilang memanfaatkan potensi tersebut, namun mereka hanya sebagai plasma atau pengumpul. Dari pantauan terdapat 2 pengumpul kulit buaya yaitu CV. Bintang Mas dan FA. Mamberamo Cod Tray. Dari hasil wawancara dari pihak pengumpul memberikan peralatan dan bahan untuk berburu diantaranya baterai dan garam serta bahan makanan, kemudian masyarakat mencari buaya yang hasilnya dijual pada perusahaan tersebut. Ukuran kulit yang dapat dijulal ditentukan oleh BKSDA I Papua adalah 11 inc – 21 inc hal ini untuk menghindari kepunahan dari buaya.

Usulan pengelolaan hasil alam
Untuk hasil alam berupa kulit buaya sudah jelas pemasarannya, dimana masyarakat menjual langsung kepada plasma pengumpul yang ada di Mamberamo. Kulit dijual, kadang-kadang daging dikonsumsi namun kalau kelebihan biasanya mereka buang disepanjang sungai. Begitu pula dengan ikan sembilang, perutnya diambil, dagingnya dibuang. Hal ini menjadi menarik untuk ditindak lanjuti melalui beberapa program yang dapat membantu masyarakat. Masyarakat dapat dilatih untuk beberapa usaha industri kecil pengelolaan alam tersebut. 

Table. 1. Usulan pengelolaan lanjutan bagi masyarakat

No
Hasil alam yang sekarang di kelola oleh Masyarakat
Manfaat terkini
Usulan usaha lanjutan
Program sinergi
1
Buaya
Kulit Buaya
-          Pembuatan dendeng buaya
-          Pembuatan abon buaya
-          Pelatihan dan Modal
-          Peningkatan sarana transportasi
-          Mencari peluang pasar
2
Ikan sembilang
Perut/pelampung
-          Daging dijadikan abon

-          Pelatihan dan Modal
-          Peningkatan sarana transportasi
-          Mencari peluang pasar
3
Buah Merah
Buah
-          Pembuatan minyak buah merah

-          Pelatihan dan Modal
-          Peningkatan sarana transportasi
-          Mencari peluang pasar
4
Sagu
Sagu mentah
-          Pembuatan tepung sagu
-          Membuat aneka kue dari tepung sagu
-          Pelatihan dan Modal
-          Peningkatan sarana transportasi
-          Mencari peluang pasar
5
Kulit Masohi
Kulit Masohi
-          Pembuatan minyak masohi

-          Pelatihan dan Modal
-          Peningkatan sarana transportasi
-          Mencari peluang pasar























Catatan akhir
Hasil alam yang ada di Mamberamo secara ekonomi bila dikelola dengan baik dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perlu diingat, bahwa kita  tidak menggantikan pola hidup mereka namun kita hanya dapat meningkatkan pola hidup mereka, dengan mengembangkan dan memanfaatkan potensi alam, potensi ekonomi (jiwa usaha) masyarakat, ketrampilan,  yang dapat mendorong masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan pemanfaatan hasil alam secara berkelanjutan. Hal ini berkaitan erat dengan pengembangan ekonomi rakyat. Pola pemanfaatan lahan, telaga, sungai, yang selama ini telah dilakukan oleh masyarakat secara tradisional perlu dipelihara guna keberlanjutan hidup atau ketersediaan hasil alam dimasa mendatang.
Keseriusan berbagai pihak yang berkepentingan di Mamberamo perlu dibangun bersama, guna mencari jalan keluar dalam membangun masyarakat Mamberamo dan melestarikan alam demi masyarakat di masa yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar