Minggu, 31 Januari 2021

Analisa Izin Investasi pada Tujuh Wilayah Adat di Tanah Papua

 

Analisa Izin Investasi pada Tujuh Wilayah Adat di Tanah Papua

Yoseph Watopa dan Fajar Rahmawan

Yayasan Intsia di Tanah Papua




Latar Belakang

Tanah Papua (Propinsi Papua dan Papua Barat) secara adat terbagi dalam tujuh wilayah adat yaitu wilayah adat Tabi, Lapago, Meepago, Animha, Sairei, Bomberai dan Domberai. Pendekatan wilayah pembangunan di Provinsi Papua sekarang berpijak pada pendekatan wilayah adat menjadi suatu titik tolak yang baik. Sejumlah aktivitas pembangunan diarahkan harus sesuai dengan kondisi masyarakat adat dan kondisi ekosistem atau ekologi wilayah adat. Potensi sumber daya alam per wilayah adat berbeda mengingat tipologi ekosistem wilayah adat tersebut.

Dalam perencanaan wilayah telah terdokumen melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, baik Provinsi Papua maupun Provinsi Papua Barat. Dokumen perencanaan pemanfaatan ruang ini mesti mencerminkan arahan pembangunan per wilayah adat. Pelibatan masyarakat adat sesuai arahan ruang penting untuk dipertimbangkan. Izin-izin investasi yang telah dikeluarkan perlu dievaluasi atau di review kembali apakah sesuai dengan kondisi wilayah adat, potensi wilayah adat dan budaya masyarakat adat, termasuk didalamnhya pola hidup, system kepemimpinan, kepemilikan tanah sehingga dapat meminimalisir dampak sosial, budaya dan ekologi dimana ijin investasi dilakukan dan memberi dampak positif secara langung kepada masyarakat pada wilayah adat dimana investasi dilakukan.

Tulisan ini bertujuan untuk melihat kembali ijin investasi pada sektor kehutunan, pertambangan dan pelepasan kawasan non kehutanan  (perkebunan dan pertanian) yang telah dikeluarkan dan dianalisa berdasarkan tujuh wilayah adat di Tanah Papua.

 

2.              Metode dan Analisa data

Review ijin investasi merupakan bagian dari kebijakan pembangunan di Tanah Papua maka pendekatan yang digunakan dengan menggunakan metode campuran atau mix method, yaitu kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan tujuan tulisan ini. Untuk mengetahui ruang hidup dan budaya masayarakat adat digunakan metode kualitatif berdasarkan data sekunder yang diperoleh. Dan untuk mengetahui investasi pada wilayah adat digunakan metode kuantitatif dengan memperoleh data sekunder jumlah investasi per sector dan dianalisa berdasarkan tabulasi dan spasial pada tujuah wilayah adat. Data spasial izin investasi pada sector kehutanan, pertambangan dan non pelepasan kawasan hutan (peta Indonesia, 2020) dilakukan tumpeng susun dengan tujuh wilayah adat di Tanah Papua

 

Hasil dan Pembahasan

a.    Mengenal 7 Wilayah Adat

            Tujuh wilayah adat di Papua pertama kali digunakan oleh Pemerintah Belanda untuk melakukan pendekatan pembangunan di Papua berdasarkan wilayah suku. Beberapa kajian dlakukan dan menghasilkan beberapa dokumen sebagai acuan pendekatan pembangunan di Papua ketika itu antara lain ‘culture provinsi oleh G.J. Held’ dan ‘wilayah seni oleh Winger, Ralp Linton, A Gerbrand dan S. Koijman. Kemudia oleh pemerintah Belanja di tetapkan 6 wilayah administrasi pemerintahan. Melalui Kongres Dewan Adat Papua pada tahun 2000 yang diawali dengan kajian antropologi suku bangsa di Papua dan diperkuat oleh kejian budaya dan Bahasa kerja sama Summer Institure of Linguits (SIL) dan Universitas Cenderawasih yang mengemukakan bahwa di Papua terdapat kurang lebih 250 suku berdasarkan bahasa. Kemudian oleh Dewan Adat Papua ditetapkan tujuh wilayah adat yang terdiri dari wilayah adat Tabi atau Mamberamo Tami yaitu suku-suku yang mendiami batas sungai Tami hingga sungai Mamberamo dengan ciri khas kepemimpinan tradisionalnya Ondoafi. Wilayah Adat Sairei adalah suku-suku yang mendiami sebelah barat muara sungai Mamberamo, Waropen Atas, Waropen Bawah, Kepulauan Yapen, Biak, Supiori, Nabire wilayah pantai  hingga semenanjung Ayomi. Wilayah Adat La Pago adalah mereka yang masuk dalam kelompok suku dani dan lain mencakup wilayah pegunungan tengah mulai dari Pegunungan Bintang, Wamena, hingga suku Kimyal disebelah selatan yang sekarang masuk dalam kabupaten Yahukimo. Wilayah adat Anim-Ha adalah suku-suku yang bermukim di wilayah selatan Papua mulai dari Digus, Asmat, Keppi, Muyu dan Mandobo. Wilayah adat Mee Pago adalah orang-orang suku Mee yang tersebar di wilayah pegunungan tengah bagian barat yaitu Paniai, Puncak Jaya, Dogiyai hingga berbatasan dengan orang Saireri di Nabire.Wilayah Adat Bomberai meliputi kepala burung pulau papua dari Manokwari hingga Sorong dan Wilayah adat Domberai adalah suku-suku yang mendiami wilayah teluk arguni, fakfak dan berbatasan dengan teluk bintuni disebelah utara. 

                                                          Gambar 1: Peta Tujuh Wilayah Adat di Papua 

 

b.  Ijin investasi pada tujuh wilayah adat

            Analisa ijin investasi dalam tulisan ini dilakukan  melalui analisis spasial dimana data luas izin persektor diperoleh dari informasi spasial yang telah dipublikasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Data luasan izin tersebut kemudian dilakukan tumpang susun dengan tujuh wilayah adat di Papua sehingga diperoleh luasan ijin investasi per wilayah adat.

Gambar: 2 Peta izin investasi pada tujuh wilayah adat di Tanah Papua


Analisa  tumpang susun antara izin investasi pada sektor kehutanan, pertambangan dan non kehutanan dengan tujuh wilayah adat diperoleh hasil sebagai berikut: wilayah adat yang telah diberikan izin investasi dengan luas terbesar adalah wilayah adat Ha Anim dengan luas 2.232.589,85 ha, berikutnya wilayah adat Domberai dengan luas 2.065.644,23 ha, wilayah adat dengan luas izin investasi ke tiga terbesar adalah wilayah adat Bomberai dengan luas 1.628.904,88 ha. Izin investasi dengan luas berikutnya adalah pada wilayah adat Tabi dengan luas 1.562.093,60 ha. Wilayah adat Saireri dengan luas izin investasi 354.597,94 ha, berikutnya wilayah adat La Pago dengan luas izin investasi 234.507,183 ha dan wilayah adat dengan luas izin investasi paling rendah adalah wilayah adat Mee Pago dengan luas 13.156,03 ha.


                                        Gambar 3 : Grafik luas izin konsesi pada tujuh wilayah adat di Tanah Papua

                    

                             Tabel 1. Luas izin investas pada tujuh wilayah adat di Tanah Papua

IZIN

Luas Izin per Wilayah Adat (ha)

Bomberai

Domberai

La Pago

Mee Pago

Ha Anim

Tabi

Saireri

IUPHHK_HA

1.417.756,80

1.853.751,76

-

-

798.145,27

1.212.074,75

275.733,75

IUPHHK-HT

36.572,71

63.003,37

-

-

886.792,73

-

-

WIUP

2.162,47

53.121,85

234.507,18

13.156,03

-

179.442,22

50.037,84

Pelepasan Kawasan non Kehutanan

172.412,89

95.767,25

-

-

658.651,85

170.576,64

28.826,36

Luas

1.628.904,88

2.065.644,23

234.507,18

13.156,03

2.343.589,85

1.562.093,60

354.597,94


Pada wilayah adat Bomberai luas izin terbesar adalah IUPHHK-HA dengan luas 1.417.756,80 ha dan konsesi dengan luas terencah adalah WIUP dengan luas 2.162,47 ha. Pada Wilayah adat Domberai luas izin konsesi terbesar adalah IUPHHK-HA dengan luas 1.853.751,76 ha dan konsesi luas rendah adalah WIUP seluas 53.121,85 ha. Wilayah adat La Pago hanya terdapat izin konsesi yaitu WIUP dengan luas 234.507,18 ha. Wilayah adat Mee Pago juga hanya ada  izin konsesi WIUP dengan luas 13.155,03 ha. Wilayah Adat Ha Anim konsesi pada IUPHHK-HT seluas 886.792,73 ha terluas dan terkecil adalah izin pada konsesi izin pelepasan kawasan non kehutanan seluas 658.651,85 ha. Pada wilayah adat Tabi luas izin konsesi terbesar pada IUPHHK-HA seluas 1.212.074,75 ha dan luas izin terkecil adalah konsesi non kehutanan seluas 170.576,64 ha. Dan pada wilayah adat Saireri luas izin konsesi terbesar adalah IUPHHK-HA dengan luas 275.733,75 ha dan luas konsesi terkecil adalah pelepasan kawasan non kehutanan seluas 28.826,36 ha.




        Gambar 4: Luas areal konsesi per jenis izin pada tujuh wilayah adat di Tanah Papua


Total luas konsesi pada tujuh wilayah adat di Papua seluas 8.202.493,71 ha berdasarkan izin yang telah diberikan hingga tahun 2020. Izin konsesi IUPHHK-HA merupakan izin terluas dengan luas 5.557.462,33 ha, berikutnya izin konsesi pelepasan kawasan non kehutanan dengan luas 1.126.234,99 ha, IUPHHK-HT dengan luas 986.368,80 ha dan terakhir luas WIUP seluas 532.427,58 ha.

 

1.      Kesimpulan

a.      Berdasarkan analisa tumpang susun yang dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa telah ada izin investasi pada tujuh wilayah adat yaitu IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, WIUP dan Izin Non Kehutanan dengan luas 8.202.493,71 ha.

b.  Wilayah adat yang dibebani izin terluas adalah wilayah adat Ha Anim dengan luas 2.232.589,85 ha dan wilayah adat dengan izin investasi kecil adalah wilayah adat Mee Pago dengan luas 13.156,03 ha

c.   Jenis izin investasi IUPHHK-HA adalah izin konsesi terluas yang terdapat pada tujuh wilayah adat di Papua dengan luas 557.462,33 ha dan izin dengan luas terendah adalah WIUP seluas 532.427,58 ha.

 

Referensi

1.    Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2018, Kajian Pengamanan Pembangunan Pulau            Papua, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

2.      Selviana Yolanda, 2018. Transformasi Berkelanjutan Berbasis Sumber Daya Lokal, Jurnal Inada Vol. 1 No. 2, Desember 2018, 157-190

3.      Peta Indonesia, 2020 Perkumpulan Ahli Pemetaan Indonesia

1.      http://ayo-nambah-ilmu.blogspot.com/2016/06/metode-penelitian-campuran-tujuan.html




Senin, 11 Juni 2018

Penggunaan Lahan dan Pandangan Orang Suaseso tentang Tipe Lanskap dan Nilai Pentingya

Yoseph Watopa
email: watopaocep@gmail.com 



Sekilas tentang Suaseso 
           Kampung Suaseso terletak ditepi kali Aremi yang bermuara ke Danau Rumbebai, sebuah danau yang letaknya bersebelahan dengan sungai Mamberamo pada wilayah hilir sungai Mamberamo

                                                             Foto: Kampung Suaseso

            Orang Suaseso termasuk dalam suku Kawera, bahasa yang digunakan adalah bahasa Kawera. Lokasi yang dijadikan sebagai pemukiman kampung Suaseso sekarang ini adalah milik orang Birarameso yaitu marga Cetoba, Epaso dan Pipiso tetapi mereka telah hidup bersama dan menyatu dengan  marga Aweniri yang datang dari Pakotama, marga Tueman datang dari Beistama, marga Imara datang dari Kali Pasir dan  marga Iwania datang dari Anggreso dan   hidup bersama  sebagai orang Suaseso. 


Penggunaan lahan  
            Penggunaan lahan oleh penduduk local atau masyarakat adat selalu merujuk kepada sebaran sumber daya alam yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, obat-obatan tradisional, kayu bakar,  bahan untuk rumah, bahan untuk perahu, perkakas, upacara adat, bahan untuk dijual bahkan untuk masa depan mereka.
           Penguasaan wilayah  yang cukup luas diimbangi dengan pengetahuan akan sumber daya alam dan pembagian lokasi untuk meperoleh hasil alam yang maksimal sebagai modal yang cukup kuat bagi masyarakat adat di kampung Suaseso.
           Dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka seluruh teritorial yang masuk dalam wilayah adat dibagi berdasarkan cara menggunakan atau memperoleh hasil alam. Wilayah adat yang luas dibagi menjadi beberapa bagian dengan luasan yang berbeda-beda dan terdapat titik-titik lokasi yang menjadi sasaran penggunaan wilayah adat mereka.
          Orang Suaseso membagi wilayah pemanfaatan menjadi 7 (tujuh) zona pemanfaatan dengan lokasi-lokasinya yang dapat mereka datangi untuk memperoleh apa yang menjadi kebutuhan hidup mereka. 

                              Tabel 1. Zona Pemanfaatan Wilayah  Adat Orang Suaseso

No
Zona Pemanfaatan
Pengertian
Lokasi
1
Pitue Ticim
Adalah lokasi pengambilan air bersih untuk minum. Zona ini berada di danau Sawani atau Rumbebai berjarak dari muara kali Aremi sekitar 200-500 meter. Kali Aremi dan Kali Warori juga merupakan sumber air bersih bagi masyarakat yang berkebun atau mencari makan disekitarnya.
1.     Danau Sawani/Rumbebai
2.     Kali Aremi
3.     Kali Warori
2
Ciratamai atau Tatid Camai
Adalah lokasi untuk mencari buaya.
1.     Telaga Wipe
2.     Telaga Babaroti
3.     Telaga Namuri
4.     Telaga Asepari
5.     Telaga Awenmi
6.     Telaga Tutubale
7.     Danau Sawani

3
Tatid cate enawarim
Adalah lokasi mencari ikan.
Lokasi utama adalah danau Sawani atau Rumbebai, telaga Wipe dan Kali Arori


4
Pisionamu
Adalah lokasi berburu atau mencari makan seperti babi, kasuari burung dan mengambil hasil hutan lain yang tidak ditanam
1.      Lokasi berburu pulang pergi dari kampung Suaseso menyusuri kali Aremi hingga kali Powa.
2.      Sisa lokasi berupa Isiuw atau hutan adalah lokasi untuk mencari makan sambil menetap di hutan. Hutan dianggap sebagai tempat mencari makan atau Pisionamu
5
Pawan
Adalah lokasi sakral adalah berkaitan dengan cerita sejarah terpecahnya marga-marga dan membentuk kampung-kampung kecil yang sekarang menjadi daerah sejarah.
Daerah ini menjadi zona khusus yang tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang termasuk masyarakat lokal. Orang yang memiliki hubungan erat dengan tempat tersebut saja yang bisa masuk ke lokasi tersebut.
Akibat dari pelanggaran terhadap lokasi ini adalah sakit atau hilang dan tidak bisa pulang.
1.     Lokasi sejarah Marga Epaso terletak didekat kampung tua Tutumaye.
2.     Lokasi sejarah Marga Pipiso adalah di rawa Piripi, letaknya dibelakang tanjung Korariye membentang sepanjang danau Sawani  hingga tanjung Horpare di dekat lokasi kampung tua Tutumaye dan lokasi sejarah marga Epaso.
3.     Lokasi sejarah marga Cetopa adalah Batu Merah yang terletak di belakang pulau Sawari dipinggir danau Sawani dekat kali Yariri.
6
Makatid
Adalah lokasi air asin. Orang Suaseso menggunakan lokasi ini untuk mengambil air asin atau air garam untuk memasak sayur atau daging buruan. Cara pengambilan dengan menggunakan bambu atau bulu Selain itu tempat ini juga menjadi  tempat hewan terutama burung dan kasuari untuk minum.
1.      Pinis dekat kampung tua Tutumaye
2.      Tupu dekat dusun Tupu
3.      Morukwa di pinggir kali Aremi terletak antara kali Takunimi dan kali kali Powa
4.      Cariya di pinggir kali Powa
5.      Mowe di hulu kali Powa dekat dusun Mowe
7
Makan
Adalah lokasi berkebun. Lokasi ini terletak didekat kampung Suaseso. Kebun-kebun dibuat disebalah kiri kanan kali Aremi hingga kali Powa.
Marga Pipiso dan Epaso dari Birarameso membuat kebun-kebun sebelah-menyebelah kali Kabi.
1.     Kampung Suaseso
2.     Kiri kanan kali Aremi
3.     Kiri kanan kali Kabi

Zona pemanfaatan wilayah adat merupakan gambaran pembagian ruang tradisional yang telah dimiliki dan dipatuhi secara turun temurun dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.







Pengetahuan tentang  Lanskap

Lanskap adalah bentang alam atau rupa permukaan bumi dari suatu lokasi atau wilayah. Masyarakat adat kampung Suaseso juga memiliki pengetahuan tentang tipe lanskap yang pada wilayah adat mereka. Masyarakat adat Suaseso memiliki sebelas tipe lanskap seperti yang tertera pada table dibawah ini.



                                Tabel 2. Tipe Lanskap di Kampung Suaseso








No
Tipe Lanskap
Nama Lokal
1
Danau/Telaga
Sokorug
2
Kali Besar
Pitua Marem
3
Kali Kecil
Pitua Menamra
4
Gunung
Kosana
5
Dusun/Kampung Tua
Tamana Tosiram
6
Kampung
Tamana
7
Rawa berair
Pahauw
8
Rawa lumpur
Mirim mironam
9
Hutan
Isiuw
10
Kebun
Makan
11
Bekas Kebun
Acauwa



Pengetahuan tentang lanskep diperlukan sebagai alat untuk melakukan pendekatan konservasi terhadap jenis spesies yang tersebar untuk dilindungi. Pemahaman lanskap oleh masyarakat terkait juga dengan bagaimana mereka memperoleh sumberdaya alam bagi kebutuhan hidup mereka.


Nilai Penting Lanskap menurut laki-laki dan perempuan
Tiap lanskap memiliki nilai penting bagi masyarakat. Nilai yang dimaksud bukan uang atau rupiah melainkan fungsi dan manfaat yang terkandung didalam tiap lanskap karena memberikan kontribusi terhadap kebutuhan hidup mereka. Angka yang tertera pada grafik ini adalah hasil dari  pendekatan dengan menggunakan skoring distribusi kerikil, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengukur nilai suatu lanskap berdasarkan tingkat kegunaannya (Sheil, 2004). Angka ini melambangkan persentase dari total 100% nilai kepentingan tiap lanskap. Nilai ini diperoleh melalui diskusi kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Tiap orang berhak memberikan nilai atas kepentingan lanskap untuk berbagai kategori guna yaitu makan,obat-obatan, bahan rumah, bahan perahu, kayu bakar, anyaman, perkakas, bahan upacara adat/ritual, alat/bahan berburu, bahan yang dijual, rekreasi dan masa depan.






Kelompok  laki-laki berpandangan bahwa  tipe lanskap yang memiliki nilai tertinggi adalah gunung atau kosana. Alasan mengapa gunung dianggap penting oleh kelompok laki-laki karena gunung dianggap sebagai tempat sejarah datangnya nenek moyang orang Suaseso. Gunung juga  tempat yang dilindungi sebagai lokasi persembunyian saat perang adat. Sekarang ini gunung penting karena sebagai sumber air bagi kali Aremi dan Warori yaitu dua sungai penting bagi orang Suaseso yang mengalir melewati kampung dan bermuara ke Danau Rumbebai.

Danau atau sokorug adalah tipe lanskap penting kedua setelah gunung. Danau yang dimaksudkan adalah danau Rumbebai atau danau Sawani. Danau Sawani sebagai sumber air bersih dan sumber utama untuk mencari ikan.
Hasil skoring distribusi kerikil  kelompok perempuan bahwa tipe lahan yang memiliki nilai tertinggi adalah kebun atau makan. Hal ini karena kegiatan utama dari para perempuan di kampung Suaseso adalah berkebun. Kebun-kebun dibuat disekitar kampung sepanjang kali Aremi. Jenis tanaman yang ditanam adalah sayur-sayuran seperti ubi jalar, singkong, pepaya, pisang dan jagung. Mereka juga menanam tanaman jangka panjang terutama pinang. Hasil pinang dari kampung Suaseso sangat terkenal di Mamberamo dan menjadi sumber pendapatan bagi keluarga terutama ibu-ibu. Tanaman jangka panjang lainnya yang sekarang digalakkan di kampung Suaseso adalah kakao. Kebun-kebun baru dibuka untuk menanam kakao disekitar kampung.  


Rata-rata gabungan skoring PDM Tipe Lanskap laki-laki dan perempuan
Untuk melihat secara keseluruhan tingkat kepentingan lanskap oleh masyarakat maka diambil rata-rata skoring kelompok laki-laki dan perempuan di kampung Suaseso terhadap tiap tipe lanskap.





Rata-rata gabungan skoring distribusi kerikil kelompok laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa tipe lanskap kebun memiliki nilai 11 memberikan arti bahwa kebun merupakan lanksap penting bagi masyarakat kampung Suaseso. Alasan ini dibenarkan karena data penduduk menunjukkan bahwa mata pencaharian utama masyarakat adalah berkebun baik oleh perempuan maupun laki-laki. Tanaman utama di kebun adalah pinang. Kampung Suaseso sebagai salah satu kampung penghasil pinang yang didistribusi ke ibu kota kabupaten Mamberamo Raya Kasonaweja. Selain pinang di kebun masyarakat menanam sayur-sayuran seperti kacang panjang, ubi jalar, singkong dan papaya. Sekarang ini masyarakat Suaseso memiliki kebun-kebun kakao yang cukup besar, hasilnya mereka jual ke Jayapura.  Tiga lanskap lainnya yaitu danau, gunung dan rawa memiliki nilai 10. Masyarakat menganggap ketiga tipe lanskap ini pun penting. Danau sebagai sumber air dan tempat mencari ikan. Selain itu danau adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari kempung Suaseso menuju ke kampung lain dan sungai mamberamo. Gunung memiliki nilai sakral dan sejarah. Rawa besar sebagai lokasi untuk berburu binatang hutan seperti babi hutan, kasuari, kanguru pohon. Rawa besar juga adalah tempat tumbuhnya sagu sumber makanan bagi masyarakat kampung Suaseso.



Rata-rata nilai penting lanskap per kategori guna
      Ada sepuluh kategori kegunaan yang diperoleh dari masyarakat yaitu; makanan, obat-obatan,bahan
 
                       Tabel 3. Rata-rata gabungan skoring PDM tipe lanskap per kategori guna



Rawa berair atau Pahauw adalah tipe lanskap penting untuk makanan, karena sagu tumbuh di rawa berair dan masyarakat mengambil sagu dari rawa berair. Untuk obat-obatan tipe lahan pentinga adalah kali kecil, karena di kali kecil masyarakat dengan mudah memperoleh daun gatal, pucuk pohon gomo dan sukun sebagai obat. Bahan pondok  paling banyak dambil digunung dan rawa berair. Bahan pondok hanya sementara saja ketika membuat kebun. Bahan untuk rumah paling banyak diperoleh dari gunung dan hutan seperti jenis kayu yang kuat untuk tiang rumah dan rotan sebagai pengikat tiang rumah. Bahan untuk membuat perahu diambil dari pohon-pohon yang tumbuh di bekas kebun dan hutan sekitar kampung. Kayu bakar diambil dari sekitar kampung. Bahan anyaman seperti tikar dan tas paling sering diambil di bekas kebun. Karena dibekas kebun biasanya ada pohon genemo yang dapat dibuat tali untuk menganyam tas atau noken.  Untuk upacara adat bahan diambil dari gunung, seperti bulu burung cenderawasih, bulu burung kakak tua, kasuari itu diperoleh dari gunung. Dikampung tua terdapat jenis tanaman jangka panjang terutama pinang yang diambil hasilnya untuk dijual. Pinang menjadi komuditas utama untuk memperoleh uang. Selain kampung tua, gunung juga menjadi tempat untuk memperoleh uang karena masyarakat mencari gaharu dan kulit masohi di gunung untuk dijual. Untuk masa depan, orang Suaseso menganggap tiga tipe lanskap paling penting yaitu danau/sawani sebagai sumber air, tempat mencari ikan dan sarana penghubung keluar kampung. Rawa berair sebagai lokasi hutan sagu untuk generasi yang akan datang dan bekas kebun dimana tersedia tanaman jangka panjang terutama pinang yang dapat diambil hasilnya untuk dijual.



Kesimpulan dan Saran
Masyarakat adat kampung Suaseso telah memiliki pola pemanfaatan ruang tradisional. Mereka membagi wilayah adat mereka sesauai kebutuhan hidup mereka dari sumber daya alam yang tersedia. Ruang kelola masyarakat adat kampung Suaseso dapat dijadikan sebagai bahan atau dasar dalam perencanaan penggunaan lahan yang lebih besar dengan mempertimbangkan prinsip kegunaan local.
Berbagai tipe lanskap yang terungkap merupakan pengetahuan local tentang berbagai lanskap berkaitan dengan pemanfaatan keragaman hayati pada lanskap tersebut. Ada sebelas tipe lanskap menurut persepsi masyarakat kampung Suaseso. Hasil skoring PDM menunjukkan bahwa tipe lanskap penting adalah kebun memberikan arah bagi pengambil kebijakan bahwa masyarakat kampung Suaseso sudah mengarah kepada pertanian. Tiga tipe lanskap lainnya yang penting adalah danau, gunung dan rawa besar. Masyarakat kampung Suaseso memiliki sistem penggunaan lahan. Ada tujuh wilayah atau zona yang telah dibagi penggunaannya. Pengawasan sumberdaya alam dilakukan terhadap teritorial atau wilayah dan spesies. Untuk wilayah dilakukan melalui patroli disertai kegiatan berburu dengan intensitas waktu tertentu.
           Saran bagi para pengambil kebijakan terutama pengelola kawasan konservasi SM Mamberamo Foja dalam hal ini BBKSDA Papua  agar memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat sebagai pintu masuk pengelolaan kawasan dan mengajak masyarakat terlibat dalam pengelolaan kawasan. Sistem penggunaan lahan dapat dijadikan sebagai rujukan  dalam pengelolaan kawasan,  nilai penting suatu lanskap oleh masyarakat menunjukkan pemanfaatan keragaman hayati yang tinggi pada lanskap tersebut.

DAFTAR PUSTAKA


Sheil,D. Puri,R,K. Basuki, I.van Heist, M. Wan, M. Liswanti,N. Rukmiyati , Agung,M. Sardjono, Samsoedin,I. Sidiyasa,K. Chrisandini. Permana,E. Mangopo, E,A. Gatzweiler F. Johnson,B  dan Wijaya,A. 2004. Mengekspolari Keanekaragaman Hayati, Lingkungan dan Pandangan Masyarakat Lokal tentang berbagai Lansekap.
          CIFOR.Bogor. p.2-8.